Pages

Senin, 26 Mei 2014

Beda Spesies




Sebenarnya saya ingin membicarakan masalah cinta beda spesies. Sungguh ini advice tebijak dalam hidup saya, jika kamu terjebak dalam cinta yang beda spesies, maka silahkan dipikir kembali! Sebenarnya ini subjektif sih, tapi entah mengapa saya merasa sangat terluka dengan cinta beda spesies. Oke, penggunaan diksi bahasa saya mulai derama. Ciri-ciri pasangan yang beda spesies adalah kamus diksi bahasa kalian berbeda dan dia tidak memahami bahasa yang kamu gunakan.

Contoh Kasus :
Kamse mengirim pesan pada Upay pukul 12.00
Kamse  : “Aku bimbel dulu ya.”
Upay     : “Oke, sem…sem..mangat atuh Se belajarnya.” *baubaunya ini baru jadian.
Kamse mengirim pesan pada Upay pukul 15.30
Kamse  : “Duh, cape baru selesai nguli.” *Maksud nguli adalah nguli (mempelajari) ilmu.
Upay     : “Nguli apaan?” *Seriusan ini si Upay enggak belajar makna tersirat dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Jelas, ini namanya beda spesies. Jelas! Jika Kamse dan Upay dari spesies yang sama, maka hal ini tidak akan terjadi. Sungguh.

Kemudian, beda spesies akan berpengaruh pada bagaimana kalian berkomunikasi. Percaya enggak bakal nyambung. Jika masalah penggunaan diksi bahasa yang berbeda, Kamse dan Upay masih mungkin bisa untuk memperbaiki hubungan dan saling memahami kegilaan salah satu pasangan dan memahami karakter seriusnya pasangan yang lain. Tapi jika komunikasi yang enggak nyambung, ini FATAL!

Nah komunikasi tidak nyambung, akan berakibat pada bentuk ketidakpekaan Kamse atau Upay.

Contoh Kasus :
Kamse  : “Pay... lagi apa?”
Upay     : “Ini mau jalan sama temen.”
Kamse  : “Yahhhh…” *nadanya kecewa berat. Jelas dalam hal ini Kamse sangat mebutuhkan Upay..
Upay     : “Yaudah, aku jalan dulu ya.” *ini bener-bener enggak peka.

Sebenarnya jika saya brfikir menggunakan akal sehat saya, cinta beda spesies sih bahagia-bahagia aja.

Contoh extremenya adalah ponakan saya sebut saja Ipat. Jangan mikir macem-macem, dia masih SD, dan belum mengenal komplesnya problematika cinta seperti kita. Beberapa hari yang lalu, ketika saya pulang, Ipat punya pet baru (read:hamster) yang dia berinama “Deyo” seriusan ini dia tulis di keranjang petnya “Welcome to Rumah Deyo” dia nulis pake hmm, lipstick umi’. Setelah diusut kenapa si Ipat beri nama petnya dengan nama yang sama sekali tidak cute. Ternyata dia punya masalah sama temen sekelasnya, ya, kebetulan namaya “Deyo” dan dengan wajah innocentnya dia memutuskan untuk memberi nama hamster tersebut dengan nama “Deyo”.

Setiap pagi, Ipat membeir makan Deyo dengan penuh cinta, tidak pernah telat mengganti tempat minum, membersihkan kandang. Dan tidak pernah ngomel bila Deyo pup sembarangan. benar-benar cinta tanpa syarat. Dan Ipat sangat bahagia dengan Deyo, sampai dia lupa, bahwa bibiknya sedang pulang.
Sangat berbeda, dengan perlakuan Ipat kepada saya, dia selalu mengomel bila saya tidak menaruh komiknya di tempat semula, dan dia selalu ricuh bila saya menggunakan internet hingga dia gagal mendownload anime. Dan dia selalu mengusir saya untuk balik ke asrama.

Lama kelamaan, umi’ mulai tidak betah dengan adanya Deyo, saya mendengar gossip dari abi, bahwa Deyo membuat Ipat bermalas-malasan bimbel karena dia lebih memilih untuk bermain denga Deyo. Dan FIX ini membuat Deyo dikeluarkan dari rumah. Si Ipat nangis pasti, dia menghujat umi habis-habisan. *Canda mana berani dia. Dia mengurung diri di kamar. Dan ternyata umi saya sangat cerdik, beliau membelikan sepatu baru untuk Ipat, dan akhirnya Ipat kembali ceria dan jutek.

Nah, dari sini, faktanya cinta beda spesies, enggak akan bertahan lama. Ipat tidak galau akut setelah berpisah dengan Deyo. Hal ini berbeda kasus tentang hubungan diantara saya dan Ipat. Kami memiliki kosa kata yang sama, dan saling bertukar diksi kata. Kami memiliki kesamaan “jutek, mengesalkan, dan imajinatif.”

Contoh cinta tanpa sayarat kami adalah.
Ketika saya mengirimkan foto saya sehabis dari Jogja.
Saya      : “Liat nih foto bibik, keren kan?”
Ipat        : “Alah gendut bilang keren.”
Saya      : “IYA IH, KESYEEEL! AKU GENDUTAN, LEBIH GENDUT DIBANDING IPAAAT. SEBEL IHHHHH!”
Ipat        : “Lay!” *dia bermaksut nulis Alay
Saya      : “Eh, ngetik dulu yang bener, baru boleh ngece.”
Ipat        : “Biarin.”
Saya      : “Ipat ngambek ih. Maafkan.”
Oh, Ipat tidak membalas line dari bibik kesayangnya.
Saya      : “Pat, kangen ih.”
Saya      : “Kalo kamu.”
Ipat        : “Engga.”

Fine percakapan terputus. Saya enggak mau lajutin percakapan ini. Tapi, dibalik kejutekannya, dia paham kamus diksi saya dan kami memiliki bahasa yang sama (?) entahlah, dengan Ipat saya tidak harus mengetik panjang lebar. Karena jujur, saya benci mengetik percakapan dengan dua orang yang sangat panjang. Apalagi semenjak hp saya berubah menjadi touchscreen. Sungguh.

Dan ternyata cinta satu spesies kami sungguh mengharukan, ketika saya sakit, Ipat dengan sosweetnya berkata, “Bibik cepat sembuh.” Kemudian dia mengalami galau akut memikirkan saya.

Well, saya enggak melarang cinta beda spesies, jika kamu ingin belajar memahami kegilaan atau keflatan pasangan kamu, maka cinta beda spesies bisa jadi hal yang menyenangkan. Kalian bisa saling memahami. Jika tidak, maka cintailah yang satu spesies. Saya yakin dia akan mengenal kamu lebih baik.

Dan yang terpenting sebenarnya dalam satu hubungan (global) adalah kesediaan satu sama lain untuk menyediakan kuping, memberi saran, dan yang terpenting have the power to make dream come true.
Jadi bukan sekedar yang hanya mengucapkan,

“Morning, sleep well, sweet dream.” Blablabla. Jika hanya seperti itu, saya rasa jam weker bisa dikembangin menjadi mesin pengucap kata-kata tadi.


Dengan siapa itu entah sama atau beda spesies kalian pernah berusaha saling memahami dan medukung cita-cita kalian, jangan pernah menyesali, karena mungkin banyak pembelajaran yang telah ia berikan untukmu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar