Lagi bersihin laptop tadi siang, tiba-tiba, nemuin tulisan saya sendiri yang belum sempet keposting. Ceritanya nulis ini waktu kelas X. Engga kebayang tulisan saya ternyata begini.
Jodoh
Judulnya aja udah berkesan angker. Engga tau
kenapa tiba-tiba saya ingin menuliskan postingan tentang jodoh. Iya, mungkin
judul diatas akan menjadi topic mistis disaat saya berumur 20 tahun ke atas. Bahkan
jodoh saya telah lama menjadi sosok misterius.
Iya, tiap orang telah memiliki jodohnya
masing-masing. Pernyataan ini mampu menenangkan siapapun yang telah berputus
asa untuk menemukan jodohnya. Saya setuju, karena jelas dalam kitab-Nya Allah
telah mengatur manusia di dunia ini berpasang-pasangan. Tetapi kita tidak akan
pernah tau jodoh kita sampai kita hidup dengan seseorang itu.
Memang engga ada yang jelas untuk kita.
Dengan siapa kita berjodoh hingga akhirnya kita telah hidup dengan orang itu?
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang bercerai setelah mereka hidup 10 tahun
ke atas bersama-sama? Entahlah.
Saya rasa, ketika perempuan telah dikhitbah
oleh seorang pria. Hal itu merupakan titik awal dari kehidupan perempuan itu.
Bagaimana dia harus memutuskan, menerima atau menolak? Merupakan keputusan yang
harus dia ambil dengan bijak. Jangan terburu-buru. Salat istikharah bisa
menjadi solusi. Karena dengan satu kata penerimaan atau penolakan, hal itu yang
akan menjadi titik awal dia menjalani kehidupan selanjutnya
hingga akhir hayat.
Seorang perempuan harus bisa memilih siapa
imam yang pantas untuknya. Seorang imam yang mampu membimbingnya pada jalan
Allah dan memimpinya untuk menuju syurga Allah. Ketaatan pada agama Allah
adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh calon imam. Jika seorang imam tidak
memiliki keimanan yang kuat, bagaimana dia akan membimbing istri dan
anak-anaknya kelak? Bukankah Rasulullah telah menjelaskan bahwa dalam memilih
seorang pasangan, agama adalah ukuran paling utama.
Sebagai manusia yang meyakini Allah dan
Rasul, wajib bagi kita untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul. Lalu apakah
kita hanya menganggap ukuran agama sebagai satu-satunya parameter dalam memilih
calon imam?
Saya rasa, ketaatan kepada agama merupakan
hal utama yang harus dijadikan parameter. Selain itu, ada hal-hal yang harus
diperhatikan. Kesiapan lahir dan batin untuk menerima calon imam adalah hal
yang penting. Jika perempuan telah memutuskan untuk menerima khitbah oleh
seorang pria, maka perempuan harus benar-benar bisa member kasih sayang yang
tulus. Jika tidak ada cinta dan kasih sayang, bagaimana perempuan bisa berbakti
dan taat kepada sang imam?
Kesanggpan untuk mencintai dan berbagi kasih
menurut saya adalah hal yang penting dalam membangun pondasi rumah tangga.
Karena pernikahan adalah ibadah. Bagaiamana bisa kita melakukan ibadah namun nurani
kita tersiksa?
Sebelum memberikan jawaban atas khitbah
seorang laki-laki pada perempuan, perempuan harus memikirkan segala aspek.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Segala sesuatu yang dilakukan
terburu-buru adalah hal yang tidak baik. Ketika seorang perempuan telah
memberikan kepercayaan kepada seorang laki-laki, maka kewajiban keduanya adalah
menjalankan kewajiban tersebut dengan amanah. Membangun rumah tangga dengan
landasan Al-Qur’an dan Hadist, menyiapkan kader-kader umat beragama untuk
generasi selanjutnya.
Jangan sampai, rumah tangga yang telah
diniatkan semata-mata ibadah kepada Allah melenceng dari jalan yang telah
dianjurkan. Atau bahkan memutuskan hubungan. Memang benar, memutuskan hubungan
rumah tangga diperbolehkan dalam Islam, namun, bukankah hal itu adalah sesuatu
yang paling dibenci oleh Allah? Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang
dibenci Allah. Karena dalam kehidupan ini, tidak ada yang kita cari selain Ridha
Allah.

jodoh adalah mister ya...
BalasHapussalam kenal :)
Iya. Salam kenal :)
Hapus