Pages

Selasa, 22 Oktober 2013

MATI RASA



Minggu ini saya rasa, saya tuh mati rasa. Nggak tau kenapa, mungkin akibat percobaan saya kemarin keluar dari zona nyaman saya. Jadi begini ceritanya, kemarin saya sempat terbang hingga ke luar angkasa. Tapi layaknya astronot yang begok saya capslock ya BEGO saya nggak bawa tabung oksigen, akhirnya saya stuck dan jatuh ke bumi lagi. Saya terbang pake sayap dan sayap saya sekarang udah rontok, ibarat makanan mah sayapnya udah kadaluarsa. Iya, kadaluarsa. Gak yakin dengan penyebab kadaluarsanya, tapi life must go on kan? Dan bersyukurnya, I’m so good at forgetting. Mungkin gantung bukan ending yang saya harapkan, sungguh bukan! Perempuan rata-rata pengen kejelasan. Tapi mungkin gantung ini adalah its just the way you move. Yeah, the way you move me, boy? RIGHT!


Mati rasa saya minggu ini bukan hanya si akang yang nggak jelas, mati rasa saya juga karena banyak banget berita-berita buruk, random, nggak asik tentang Indonesia. Mulai dari korupsinya,terus tindak pidana yang ditampilkan di televisi? 

Ini sedikit kisah malem Idul Adha saya. Karena emang jomblo, jadi malem Idul Adha nggak ada sms yang masuk, bbm udah pending, sepi lagi, telfon? Ngimpi, Mblo? Mana Ajis temen saya yang selalu ada dalam keadaan suwung saya, belum balik dari asrama. Ngidupin laptop males, internetan juga nggak ada yang menarik. Jadi, saya stay aja lah di ruang belakang, setelah nyelesain buku tentang Habibie dari Teknokrasi ke Demokrasi, saya menonton film. Film documenter ini tentang perjalanan sekelompok ilmuan yang meneliti salah satu gunung berbahaya di Amerika. Lupa namanya. 

Nah, tiba-tiba ponakan saya nangis dan diungsikan di ruang belakang, kebetulan kakak-kakak saya lagi pengen Idul Adha di rumah. Asal usulnya si Nay nangis karena kakak saya sebut saja A, ngelarang Nay nonton berita-berita yang muncul di televisi. Ngerti sendiri kan banyak banget tindak pidana yang ditampilkan. Sedangkan abang dan abi saya pada asyik nonton di ruang tengah. 

Saya    : “Ngapain sih, mindahin Nay ke sini?
A         : “Berita di tv, nggak tau jelas. Masa iya masih kecil dikasih berita kayak gitu? Mau dijadikan psikopat?”
Saya    : “Yaelah, nggak mindahin dia ke sini juga kali, mbak!”
A         : “Terus maunya gimana? Mindahin abi sama abangmu ke sini?”
Saya    : “Haaaaaaaaaaaaaah.”

Akhirnya saya nonton film besama Nay, hingga dia tertidur. Pemikiran kakak saya tuh, ada benernya. Coba lihat acara di televisi kita? Isi yang lagi booming sekarang apaan? Setiap channel udah bisa ditebak pada lomba-lomba nyajikan Ratu Atut dan adiknya, Akil Mochtar, Andi Malaranggeng, ada sih yang lain lagi tapi lupa euy karena emang udah seabrek. Udah lah, kalau bicarain koruptor dan tetek bengeknya mah nggak ada habisnya, mau berantas koruptor juga susah. SUSAH loh ya, iya, SUSAH. Tapi susah tuh bukan bearti nggak bisa kan? Iya, kita bisa kok. Banyak yang udah mulai perbaiki diri. Banyak juga lembaga kontrol social yang kinerjanya udah keren. Kita harus bangga loh sama KPK kita ini, temen saya di Negara lain bilang, ini translatenya, “KPK Indonesia kinerjanya baik, lebih baik bahkan dari pada Negara saya.” 

Nah, menurut saya yang bisa diperbaiki adalah tayangan televisi. Cobadeh pikirin, kalo isi tayangan televisi Indonesia pada yang negative, kepercayaan wisatawan yang ingin datang ke Indonesia gimana? Lansung deh krisis kepercayaan. Dan akhirnya devisa Negara kita stuck disitu aja. Tapi lagi-lagi kita harus tetap bersyukur lah, kemarin iseng-iseng lihat jumlah wisatawan dunia. Wisatawan yang datang ke Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih pesat daripada pertumbuhan wisatawan dunia rata-rata. Nah, iseng-iseng lagi lihat 10 negara yang masuk dalam Negara yang sering dikunjungi salah satunya tetangga kita yakni Singapura dan Malaysia. Kalo Singapura mah wajar, yang terlintas dalam pikiran saya wisatawannya pasti para pebinis, investor dan semacamnya. Terus kalo Malaysia kok bisa? Bukannya lebih menarik Indonesia ya? Nah, menurut saya ini akibat jembatan yang menghubungkan Singapura dan Malaysia menyebabkan akses mereka yang sangat mudah sehingga para wisatawan ingin mendapatkan nuansa selain di singapura bisa dengan mudah ke Malaysia. Gimana kalo ada jembatan Malaysia dan Sumatera? Wah, kalo saya jadi wisatawan lebih pengen ke Sumatera deh. 

Nah, setelah saya baca dibeberapa buku, ternyata Singapura punya channel televisi Internasional, yang menyajikan keindahan, prestasi, dan sebagainya dari Singapura. Tentu bukan pidana atau kejelekan pemeritahnya, karena memang penyebaran informasinya dibatasi oleh pemerintah Sinapura. Bagaimana dengan Malaysia? Malaysia menyiasati dengan membayar channel Internasional dalam mempromosikan Negaranya. 

Bagaimana dengan Indonesia?

Iya, Indonesia masih proses kok. Saya yakin, kita masih dalam masa perbaikan tayangan di televisi kita. Iya, saya optimis. Kalau dicibir tentang keoptimisan saya pada hal yang tidak mendasar katanya. Saya dengan percaya diri teriakkan ini ada dasarnya, saya juga manusia dengan berat sebelah di otak kiri, teoritis hampir menjadi hal mutlak. Banyak tulisan dan tanggapan para ekonom dan ahli di luar negeri yang menyatakan keoptimisan Indonesia di beberapa bidangnya. Terus kenapa banyak yang masih pesimis?

Nah, perbaikan tayangan televisi  ini ternyata berpengaruh juga dalam proses untuk membranding kan Indonesia. Coba deh lihat, kalau bicara tentang Jogja apa yang terlintas dalam pikiran kita? Iya, Malioboro, lesehan malamnya. Oh, ini buat saya speechless. Aaaa, liburan kemarin saya habiskan di Solo, Jogja, Semarang. Kangen banget sama suasananya. Balik lagi. Kalau bicara tentang Indonesia apa yang terlintas?  Terlalu banyak yang terlintas, tapi masih belum terbranding. Iya kan? Menurut kalian brand apa yang cocok untuk Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar